Bandung —
Meskipun orang-orang mengatakan bahwa ia tidak akan pernah mampu
melakukan hal-hal seperti yang dilakukan oleh orang-orang lain, Erik
Weihenmayer tidak memercayai vonis itu dan menolak hidup dengan
keterbatasan-keterbatasan.Setelah bertarung dengan kebutaannya selama
bertahun-tahun, Erik belajar untuk menerima hal itu dan membuatnya
sebagai bagian ari kehidupannya. Ia berjuang untuk mengubah masalah
menjadi berkat.
Pertama-tama ia bergabung dengan regu gulat di SMU, pernah menjadi
apten danjuara gulat kedua di negara bagiannya. lalu diselingi dengan
memanjat tebing,meyelam dan lainnya. Berikutnya Weihenmayer mengambil
tantangan dengan mendaki gunung, sebuah hobi yang bahkan cukup sulit
bagi orang-orang yang penglihatannya sempurna.
Pada tanggal 25 Mei 2001, Erik Weihenmayer menjadi satu-satunya orang
tunanetra dalam sejarah yang dapat mencapai puncak gunung tertinggi
di dunia, Puncak Everest. Pada tanggal 20 Agustus 2008, ketika ia
berdiri di puncak gunung Carstenz Pyramid di Papua, puncak gunung
tertinggi di belahan Austral-Asia, Weihenmayer menyelesaikan
perjuangannya mendaki tujuh puncak gunung tertinggi di tujuh benua.
Erik hanya diikuti oleh kurang dari 100 orang pendaki gumung yang
berhasil mencapai prestasi hebat ini. Tambahan pula, ia telah mendaki
El Capitan, gunung batu monolit granit yang curam setinggi 3300 kaki di
Yosemite,dan juga Lhosar,tebing air terjun dengan bekuan es setinggi
3000 kaki di daerah Himalaya, dan tebing batu curam yang paling sulit
dan jarang didaki setinggi 17.000 kaki di Kenya.
Di dalam bulan September 2003, Erik bergabung dengan 320 bintang atlit
dari 17 negara untuk berlomba pada Primal Quest, petualangan dalam
berbagai jenis olahraga yang paling keras; 457 mil melalui Sierra
Nevada, sembilan hari, 60.000 kaki di antaranya melewati daerah
pegunungan, dan tidak ada waktu jeda.Dengan tidur hanya rata-rata dua
jam perhari, Erik dan timnya menerobos masuk garis finis di Danau
Tahoe, yang menjadi salah satu dari 42 tim yang mencapai garis finish
dari 80 tim yang mengikuti start.
Setelah mencapai puncak Everest, sekolah "Braille Without Borders" bagi
para tunanetra di Tibet mengundangnya untuk mengajar para murid
untuk mendaki gunungdan tebing. Pengalamannya dalam banyak pendakian
mendorong semangat para murid tunanetra itu untuk mencapai keunggulan
di bidang yang jarang dimanfaatkan para tunanetra. Erik dan enam
orang anggota tim Everestnya pergi ke Tibet di bulan Mei 2004 untuk
melatih para murid di sekolah itu, kemudian di bulan Oktober di tahun
yang sama ia mengajak dan memimpin mereka untuk mendaki Rombuk Glacier
di bagian utara Puncak Everest.
Meskipun mereka tadinya termasuk orang Paria, para remaja tuna netra
itu akhirnya berdiri bersama di ketinggian 21.500 kaki, lebih tinggi
dari tim tunanetra manapun dalam sejarah. Steven Haft,produser film
Dead Poet's Society dan film berkelas lainnya, mengabadikan
pendakian para tunanetra itu dalam film dokumenter dan mengundang tepuk
tangan kehormatan (standing ovation) dalam berbagai festival film di
Toronto, LA dan London. Film itu telah diputar di bioskop pada tahun
2007 yang lalu.
Sebagai bekas guru SMU dan pelatih gulat, Erik merupakan salah satu
atlet paling menakjubkan dan terkenal di dunia. Meskipun ia kehilangan
penglihatannya di usia 13, Erik telah menjadi pendaki gunung,pemain
paraglider, dan pemain ski, yang tidak pernah membiarkan kebutaannya
menghalangi semangatnya untuk mencapai kehidupan yang luar
biasa dan memuaskan.
Prestasi pendakian gunung Erik telah menganugerahinya dengan
penghargaan ESPY, sebuah penghargaan dari majalah Time bagi seorang
atlit terbaik di tahun 2001.Selain itu ia mendapatkan kehormatan
ketika namanya diabadikan di "National Wrestling Hall of Fame", dan
mendapatkan penghargaan ARETE untuk prestasi atlit luar biasa di tahun
itu, ia juga meraih penghargaan "Helen KellerLifetime Achievement",dan
penghargaan Casey Martin dari Nike, dan penghargaan "Freedom
Foundation's Free Spirit". Ia juga diberi kehormatan untuk membawa
obor Olimpiade musim panas dan musim dingin.
Selain menjadi atlit kelas dunia, Erik juga menjadi penulis buku "Touch
the Top of the World", yang diedarkan di sepuluh negara dalam enam
bahasa.Menurut Publisher's Weekly, buku kenangan Erik itu sangat
menyentuh hati dan penuh petualangan yang luar biasa dan Erik
mengisahkan kisah luar biasa itu dengan penuh humor, kejujuran dan
rincian yang hidup, sehingga buku itu sangat memberi inspirasi dan
dorongan semangat dan kekuatan. Buku itu juga
difilmkan dan ditayangkan di bulan Juni 2006.
Buku Erik yang kedua, "The Adversity Advantage: Turning Everyday
Struggles Into Everyday Greatness" yang ditulis bersama penulis laris
dan guru di bidang bisnis, Dr. Paul Stoltz, telah diedarkan di bulan
Januari 2007 dan di terjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit
Gramedia. Melalui keahlian Paul di bidang ilmu Pengetahuan dan
pengalaman Erik, buku itu membagikan tujuh "puncak" bagi peningkatan
daya tahan menghadapi kesulitan dan membalikkan kesulitan menjadi bahan
bakar yang tak pernah habis untuk bertumbuh dan mencapai inovasi.
Steven Covey, penulis buku terkenal, menulis kata pendahuluan di buku
tersebut. Kisah Erik juga ditulis dalam majalah Time,Forbes, dan
Reader's Digest.
Film Erik yang mendapatkan penghargaan, "Farther Than the Eyes Can
See", diberi peringkat "Duapuluh Paling Top"/Top Twenty dalam jajaran
film – film petualangan sepanjang masa oleh Men's Journal. Dengan
meraih hadiah pertama diantara 19 film dan dinominasikan untuk
mendapatkan penghargaan Emmy, film itu dengan indah menangkap perasaan,
humor, dan drama dalam kisah pendakian Erik yang bersejarah, selain
meraih tiga gelar serba pertama oleh timnya;
tim pertama yang terdiri dari ayah anak yang sampai di puncak
tertinggi, orang paling tua pertama yang sampai di puncak tertinggi,
dan tim pertama dengan anggota paling banyak yang sampai di puncak
tertinggi. Melalui film ini telah terkumpul dan dibagikan dana sebanyak
$ 600.000,- bagi organisasi-organisasi sosial.
Prestasi Erik yang sangat luar biasa telah membuatnya diundang dalam
acara-acara TV NBC; Today's Show dan Nightly News, Oprah, Good
Morning America, Nightline, dan Tonight Show, untuk menyebutkan
beberapa di antaranya.
Wajahnya juga telah menghiasi halaman sampul depan di majalah Time, Outside, dan Climbing Magazine.
Pada tahun 1999 Erik bergabung dengan Mark Wellman, orang lumpuh
pertama yang mendaki gunung El Capitan setinggi 3000 kaki, dan bersama
Hugh Herr, seorang cacat yang kedua kakinya diamputasi dan merupakan
seorang ilmuwan di Harvard Prosthetics Laboratory,* mendaki tebing
setinggi 800 kaki di Moab, Utah.
Sebagai akibat keberhasilan mereka bersama, ketiganya membentuk
organisasi nirlaba "No Barrier" yang bertujuan mempromosikan
gagasan-gagasan dan pendekatan inovatif, serta teknologi yang membantu
orang-orang cacat untuk mencapai kehidupan yang luar biasa dengan
menyingkirkan segala penghalang dan batas dari kehidupan mereka.
Erik juga melayani di National Braille Literacy Champion atas nama
*American Foundation for the Blind*.
Karier Erik sebagai pembicara motivasi telah membawanya keliling dunia,
mulai dari Hongkong ke Swiss, dari Thailand sampai pertemuan puncak
APEC di Chille, selain di seluruh Amerika Serikat. Ia berbicara kepada
banyak orang tentang bagaimana meningkatkan daya juang melawan
kesulitan (Adversity Quotient), pentingnya tim yang saling terjalin
erat, dan bagaimana menghadapi kesulitan sehari-hari untuk mengejar
impian anda. Semua pencapaian dan prestasi Erik membuktikan kepada
kita semua bahwa orang tidak perlu punya penglihatan yang sempurna
untuk mendapatkan visi yang luar biasa.
sumber